Sabtu, 28 Januari 2012

Bung Karno, G30S dan Sejarah Indonesia

(Harsutejo)



Bung Karno (BK) yang sejak remaja berjuang untuk kemerdekaan rakyat Indonesia, pada puncak kekuasaannya sebagai Presiden Republik Indonesia, tiba-tiba dituduh dan diperlakukan sebagai orang yang hendak melakukan perebutan kekuasaan alias kudeta, bahkan sebagai pemberontak. Betapa absurdnya! Prof Dr Brigjen Nugroho Notosusanto menulis, “Pada 1 Oktober 1965 beberapa kelompok pemberontak (kursif hs) berkumpul di Pangkalan Udara Halim. Kelompok Cenko [central komando] menempati gedung Penas, Presiden beserta pengikut-pengikutnya menempati rumah Komodor Udara Susanto, dan kelompok ketiga (yang lebih kecil jumlahnya), yang terdiri dari Ketua PKI Aidit beserta pembantunya, menempati rumah Sersan Dua Udara Suwardi”
Seperti kita ketahui keberadaan BK di Halim pada 1 Oktober 1965 berdasarkan prosedur baku penyelamatan Presiden, karena di Halim selalu siap pesawat yang dapat membawanya ke mana pun pada saat keadaan memerlukan. Presiden Sukarno dituduh melakukan pemberontakan dan kudeta. Kudeta itu dilakukan terhadap pemerintahan Presiden Sukarno, untuk menjatuhkan dirinya dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Betapa kacau balaunya jalan pikiran Pak Profesor yang ahli filsafat sejarah ini, tidak masuk akal dan tidak tahu malu. Tak aneh jika Pak Profesor ini pula yang berusaha menghapuskan gambar BK dalam foto bersejarah detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur, Jakarta, seolah BK tak pernah hadir di sana.
Apa yang dituduhkan tersebut dioper dalam analisis terhadap G30S yang dilakukan oleh Jenderal Nasution (dengan “bijak” Jenderal Suharto tidak ikut menuduhnya secara terbuka) dalam bukunya Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid 6: Masa Kebangkitan Orde Baru, 1988. Nasution menggunakan dua hal, pertama pidato BK di Senayan pada malam hari 30 September 1965 yang mengambil dunia pewayangan antara lain BK mengutip nasihat tokoh Kresna kepada ksatria Arjuna bahwa tugas itu tidak menghitung-hitung korban [ia menghubungknnya dengan G30S yang sedang dipersiapkan]. Lalu disebutkan BK bergembira ria malam itu dengan menyanyi-nyanyi dan menari [maksudnya menyongsong kemenangan G30S]. Selanjutnya ia juga menggunakan kesaksian Kolonel KKO Bambang Wijanarko, salah seorang pengawal Presiden Sukarno dalam interogasi yang dilakukan oleh Kopkamtib tentang penerimaan surat oleh BK di Senayan malam itu dari Letkol Untung [yang notabene sedang mempersiapkan pasukan G30S untuk menculik para jenderal].
Analisis tersebut menjadi dongeng semacam kisah detektif yang dirangkai murahan. Seluruh rakyat Indonesia, bahkan seluruh dunia, mengenal BK sebagai orator yang selalu berpidato berapi-api sejak muda dengan mengutip kata-kata bijak banyak tokoh dunia, juga kisah pewayangan yang sangat dikuasainya. Beliau pun menyukai bernyanyi dan menari bergembiraria dalam banyak kesempatan. Jadi kisah Jenderal Nasution tentang hal itu mengenai BK sama sekali bukan hal baru. Kisah itu sekedar menggiring pembacanya yang dapat dibodohi dan ditipu untuk mendapatkan persepsi bahwa BK terlibat G30S, bahkan dalangnya.
Apa yang dikemukakan Jenderal Nasution di atas kemudian dikemas secara lebih “ilmiah” dan dijadikan “teori” oleh Antonie Dake dalam bukunya In the Spirit of Red Banteng: Indonesian Communists Between Moscow and Peking, 2002. Lalu diperbarui dalam bukunya Sukarno File – Berkas-Berkas Sukarno 1965-1967, Kronologi Suatu Keruntuhan, 2005. Bahwa inisiatif G30S untuk mengambil tindakan terhadap sejumlah jenderal datang dari Presiden Sukarno, selanjutnya Aidit cs menggunakan kesempatan untuk membonceng. Boleh dibilang “teori” Dake ini semata-mata didukung oleh bahan interogasi terhadap Bambang Wijanarko, tanpa mengupas bagaimana suatu kesaksian dapat dikorek dan disusun oleh penguasa militer yang memperlakukan mereka bagai nyamuk yang dapat dijentiknya setiap saat tanpa perlindungan. Mereka yang berpengalaman dengan interogasi model rezim ini mengetahui benar kesaksian macam apa yang mungkin diberikan oleh Wijanarko yang dikutip Dake dan dijadikan pilar teorinya. Dake menambahkan kenyataan ketika 1972 ia datang ke Indonesia, ia mendapati pemerintah Suharto memandang Sukarno tidak tersangkut dalam peristiwa G30S. Dengan begitu kemungkinan kesaksian Wijanarko direkayasa untuk merugikan Sukarno terbantah meski masih terbuka kemungkinannya. Agaknya Dake kurang dapat menangkap roh rezim Orba. Setiap pelajar politik mengetahui, pada saat diperlukan jika para pembantu Suharto bicara tentang Sukarno, mereka pun hendak merangkul dengan cara “menghibur” jutaan rakyat yang masih tetap mencintai BK dengan ungkapan Jawa yang digemari Suharto, mikul dhuwur mendhem jero.
Kesaksian Bambang Wijanarko tersebut dibantah keras oleh Kolonel Pomad Maulwi Saelan, Wadan Cakrabirawa yang malam itu, 30 September 1965 di Senayan, tidak pernah beranjak dari dekat BK sampai kembali ke istana, tak ada gerak gerik BK yang lepas dari pengamatan Saelan. Ia menganggap hal itu sebagai aneh dan direkayasa. Keterangan yang direkayasa ini mendapat imbalan, Bambang Wijanarko tidak ditahan, bahkan mendapat jabatan, sedang Saelan yang di depan pemeriksa membantah keras keterangan Bambang Wijanarko ditahan selama lebih dari 4 tahun.* “Teori” di atas selanjutnya dikembangkan oleh Victor M Fic dengan memasukkan unsur romantik ke dalam bukunya Kudeta 1 Oktober 1965, Sebuah Studi Tentang Konspirasi yang melibatkan buah diskusi antara Aidit dengan Mao Dzedong yang juga mirip dengan kisah detektif, yang pernah menghebohkan Jakarta pada 2005 yang lalu.
Sebagian besar pendukung BK terutama di kalangan angkatan bersenjata sampai akhir 1965 dan permulaan 1966 berharap sang penyambung lidah rakyat akan segera memberikan perintah untuk menindak keras Jenderal Suharto cs, sebelum sang pembangkang lebih bersimaharajalela dan menjerumuskan negeri ini. BK selalu mendambakan persatuan dan anti kekerasan, terus-menerus menjaganya sampai detik terakhir kekuasaannya. ‘Celah’ itu justru digunakan Jenderal Suharto melakukan kekerasan berdarah besar-besaran dan sistematis membasmi sekelompok rakyat Indonesia yang setia mendukung BK, praktis tanpa perlawanan berarti bagaikan menyerahkan leher mereka masing-masing untuk digorok. Sampai detik terakhir BK menolak usulan para pengikutnya terutama dari kalangan Angkatan Bersenjata untuk melakukan perlawanan terhadap langkah-langkah kekerasan berdarah Jenderal Suharto.
Setelah dijatuhkannya BK maka sejarah Indonesia menyimpang dari garis-garis yang telah diletakkan dan diperjuangkan olehnya sejak muda, Indonesia telah terjungkirbalik menjadi negara penuh penindasan, negeri tergantung hampir dalam segalanya. Budaya korupsi telah benar-benar mencengkeram seluruh aspek kehidupan bangsa dengan mengkhianati ajaran Trisakti: bebas dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Pancasila yang dikumandangkan oleh penggalinya sebagai alat pemersatu seluruh potensi bangsa telah dijadikan alat pecahbelah oleh rezim militer Orba, alat manipulasi. Jadilah Pancasila azas tunggal dengan tafsir tunggal rezim militer Jenderal Suharto menurut kepentingan sang rezim (Harsutejo, Kamus Kejahatan Orba - Cinta Tanahair dan Bangsa, Komunitas Bambu, Depok, 2010).

--------------------------------------------------------------------------------
* Sebelum meninggal dalam suatu kesempatan percakapan singkat dengan Joesoef Isak (alm) di Jakarta, Wijanarko mengeluhkan bahwa kesaksian semacam itulah yang dikehendaki interogator penguasa Orba yang tak mampu dielakkannya (Keterangan Joesoef Isak kepada penulis pada 25 Juni 2002).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MARHAENISME

· Marhaen

Orang yang menderita lahir batin akibat kapitalisme , kolonialisme/ imperialism ,feodalisme atau system lainya yang menindas dan mengungkung

· Marhaenis

Orang yang berjuang untuk kaum marhaen dalam membebaskan diri dari semua sistim yang mengungkung dan menindas dan mewujudkan masyarakat marhaenis yang tidak saling menindas

MARHAENISME

Ajaran bung Karno secara keseluruhan

v Bung karno dengan pisau analisa historis materialism menganalisa kondisi masyarakat Indonesia sebagai komunitas social ,hidup disuatu wilayah geo politik hindia belanda dan tidak dapat mengaktualisasikan tuntutan budi nuraninya (Social Consience Of Man )

Karena Apa ……?

Tertindas oleh system yang menindasnya , kolonialisme / imperialism ,anak kapitalisme dan feodalisme bangsa sendiri

BK (Bung karno) mencetuskan ideology disebut marhaenisme dengan asas

- Sosio Nasionalisme

- Sosio Demokrasi

- Sosio KeTuhanan YME