Selasa, 31 Januari 2012

MARHAENISME DAN KEDAULATAN POLITIK

Dalam pidato pembelaan Soekarno, dimana ia menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia sebagai dominasi imperialisme selama berabad-abad, adalah khas masyarakat orang kecil:”(ia adalah) pergaulan hidup yang sebagian besar sekali adalah terdiri dari kaum tani kecil, kaum buruh kecil, kaum pedagang kecil , kaum pelayar kecil, pendek kata…kaum kromo dan kaum marhaen yang apa-apanya semua kecil (Indonesia Menggugat, Hal. 138)


Pendahuluan
Bung Karno dalam menjelaskan marhaenisme tidak pernah keluar dari benang merah yang telah digariskan sejak tahun 1927 tentang marhaenisme, diantaranya :
  1. Marhaen adalah kaum melarat Indonesia yang terdiri dari buruh,
    tani, pengusaha kecil, pegawai kecil, tukang, kusir, dan kaum kecil
    lainnya. Soekarno sering menyebutkan marhaen adalah rakyat Indonesia
    yang dimiskinkan oleh imperialisme.
  2. Marhaen Indonesia ada yang berdomisili di pantai, di gunung,
    di dataran rendah, di kota, di desa dan dimana saja. Marhaen itu ada
    yang beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan ada juga yang menganut
    animisme. Marhaen Indonesia ada yang kyai, pastor, pendeta, biksu, mpu
    atau dukun di kalangan PSII, Budi Utomo, TNI, KORPRI dan dimana saja.
  3. Kaum marhaen sesuai dengan kodratnya berupaya melepaskan
    belenggu kemiskinan dan mengharapkan terjadinya perbaikan nasib.
  4. Marhaenisme adalah ideologi yang bertujuan menghilangkan
    penindasan, penghisapan, pemerasan, penganiayaan dan berupaya mencapai
    serta mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, melalui kemerdekaan
    nasional, melalui demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.
  5. Terhapusnya kemiskinan dan terwujudnya masyarakat adil dan
    makmur hanya bisa dicapai dengan kemerdekaan nasional, dimana
    kemerdekaan itu hanyalah jembatan emas. Di seberang jembatan emas itu
    terbuka dua jalan. Satu jalan menuju masyarakat yang adil dan makmur,
    dan jalan satu lagi menuju masyarakat celaka dan binasa.
Sampai pada akhir 1930, ungkapan yang lazim bagi “orang kecil” adalah “kromo” tetapi sejak permulaan propaganda PKI istilah tersbut sering dipakai mengacu pada kaum proletar, hal tersebut memaksa soekarno untuk mencari istilah baru. Pada suatu hari, ketika sedang jalan-jalan Soekarno berjumpa dengan seorang petani yang sedang mengerjakan sawah kepunyaannya sendiri dengan alat-alatnya sendiri dan yang kerennya seperti dijelaskan oleh Soekarno dikemudian hari, jelas bukan proletar (karena ia tidak menjual tenaganya), tetapi walaupun demikian hidup dalam kemiskinan. Soekarno menanyakan namanya, Marhen, jawab si petani. Pada saat itu, kata Soekarno ketika mengenang kembali peristiwa itu, ia mendapat ilham untuk menguanakan namanya untuk menggambarkan penderitaan rakyat Indonesia. Demikianlah penjelasan Soekarno mengenai asal usul istilah Marhen di dalam pidatonya dalam 1957. (baca dalam terjemahan Inggerisnya oleh Clair Holt, dalam Marhen and Proletarian – 1960 – hal. 7)
Demokrasi – Marhaenisme – Nasionalisme
Dalam pemikiran Soekarno ia memperingatkan kaum Marhen untuk tidak meniru demokrasi yang dipraktekan luar negeri, bentuk demokrasi yang sedang dipropagandakan dimana-mana, demokrasi seperti itu tidak akan menjamin kesejahteraan kaum Marhen, karena ia hanya memberikan hak-hak politik sementara dibidang ekonomi massa akan terus serba kekurangan. Proses demokrasi yang sedang dijalankan di negeri ini dapat kita pahami apakah sudah mampu mewujudkan cita-cita bangsa yang tertian dalam amanah UUD 1945, dengan sistem demorasi yang bisa dikatakan liberal hak-hak politik yang didapat oleh rakyat kemudian diserahkan kepad perwakilannya belum mampu mewakili sepenuhnya amanat penderitaan rakyat.
Namun pada kenyataan hak politik yang dimiliki oleh rakyat ternyata tidak memperoleh ganjaran yang menjadi hak mereka, karena disemua negeri dimana tempet demokrasai parlementer, kapitalisme subur merajalela, dan disemua negeri itu rakyat tidak selamat bahkan menderita dan sengsara-sesengsara- sengsaranya.
Nasionalisme adalah nasionalisme yang berperikemanusiaan, nasionalisme yang lapang dada, nasionalisme yang internasionalisme, nasionalisme yang bergetar hatinya untuk membela apabila melihat masih ada bangsa yang terjajah. Sosio nasionalisme bukanlah nasionalisme yang berpandangan sempit dan menumbuhkan chauvinisme jingoisme, intoleran atau disebut xeno phobia. Sosio nasionalisme juga bukan
nasionalisme yang hanya berorientasi pada internasionalisme minded saja, tanpa memperhatikan harga diri atau identitas nasional atau disebut xeno mania.
Bagi marhaenisme, internasionalisme harus dibarengi oleh nasionalisme atau patriotisme dan disebut sosio nasionalisme. Sosio demokrasi meliputi demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Demokrasi politik hanya akan melahirkan political power centris yang menyuburkan aliran yang berpedoman pada adagium ” The survival of the fittest “, dalil
sosial Darwinisme.
Demokrasi politik yang seperti ini berwatak liberalisme dan menjurus
kepada free fight competition dan bertentangan dengan marhaenisme yang
sosialistis. Dengan demikian demokrasi politik dan demokrasi ekonomi
sejajar dengan marhaenisme. Apabila marhaenisme dikembangkan maka akan
melahirkan, Sosio nasionalisme menjadi nasionalisme, perikemanusiaan serta Sosio demokrasi menjadi demokrasi, kedaulatan politik dan keadilan sosial.
Marhaenisme dalam Mewujudkan Kedaulatan Politik
Soekarno tidak termasuk dalam salah satu dari sekian banyaknya mazhab materialisme, sejak semula tidak perduli bagaimana seringnya berprilaku Maxis, ia berada dalam kubu idealisme-bahkan samapai saat ini dengan keyakinan Nasionalisme Marhennya berarti mampu berdiri teguh dengan kedua kakinya dalam masyarakat. Artinya kekuatan yang menggerakkan Soekarno adalah gagasan persatuan sebagaimana yang sudah berabad-abad diungkapkan dalam filsafat Jawa. Gagasan itu telah memungkinkannya untuk terus menerus berusaha kearah suatu sintesis dari segala sesuatu yang dapat diintegrasikan dalam tatanan pribumi.
Maka dengan demikian dalam mewujudkan sebuah kedaulatan politik ia telah melampaui Maxisme, walaupun masih mengandalkan ramalan-ramalan Maxisme. Dan sesungguhnya untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang mampu mewujudkan cita-cita bangsa yakni kesejahteraan dan keadilan yang sepenuhnya dirasakan oleh rakyat maka kaum proletar harus memainkan peran yang besar sekali dalam perjuangan Marhen, karena kaum proletarlah yang secara langsung terkena imbas kapitalisme yang membabi buta menindas dilingkungan rakyat kecil.
Bagi Soekarno, Maxisme memberikan jaminan kemenangan, karena itu ajaran itu menempati kedudukan sentral dalam Marhaenismenya. Namun ia hanyalah salah satu unsur saja dari Marhenisme, karena dalaam kedaulatan bangsa Indoensia masih banyak unsure-unsur lain seperti, nasionalisme, keperjayaan kepada Allah SWT, perjuangan menuju persatuan total dan semau gagasan – gagasan itu, masing – masing pada dasarnya adalah anti-Maxis. Namun hal tersebut bukan sebuah penghalang bagi Soekarno karena dalam istilah Marhenisme ia telah menemukan sintesa baru sebagaimana sebelumnya didalam “Nasionalisme ke Timuran” adalah seluas udara yang member tempat kepada semau mahluk yang hidup untuk hidup. Soekarno menegaskan bahwa Nasionalisme di dunia Timur itu lantas “berkawinlah” dengan Maxisme itu menjadi satuNasionalisme Baru, Nasinalisme Baru inilah yang kini hidup dikalangan rakyat Marhaen Indonesia.
Nasionalisme Baru inilah yang harus tumbuh berkembang untuk mewujudkan kedaulatan yang sepenuhnya mampu menyelesaikan masalah-masalah kebangsaan yang dari dulu hingga sekarang tidak pernah kunjung usai seperti kemiskinan, penganguran, kebodohan, ketidak adilan, ketergantungan kepada asing, korupsi dan masalah – masalh kebangsan lainnya yang itu mutlak harus diperangi. Karena tantangan bangsa ini kedepan semakin kompleks seperti kesenjangan sosial yang sangat tersa, hutang luar negeri yang begitu besar, kerawanan pangan, kerawanan energi dan lain sebagainya.
Hal tersebut mampu diselesaikan dengan sebuah semangat Nasionalisme yang benaar-benar dijiwai oleh seluruh elmen bangsa dari pemimpin hingga rakyat bersama dalam melawan masalah kebangsaan tersebut.
Penutup
Kemerdekaan yang semu rakyat rasakan saat ini perlu ada sebuah refleksi, apakah sudah sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa kita. Maka dari itu perlu ada  “benang merah” antara cita-cita bangsa dengan realita yang terjadi biar bangsa kita tidak terjadi kesalahan orientasi yang massif. Dengan demikian maka semangat marhen yang tumbuh dan berkembang harus mampu diterjemahkan dalam mewujudkan cita-cita bangsa ini, bukan hanya sekedar tahu tentang perjuangan dan keberhasilan Bung Karno, dengan semangat marhaennya di masa yang silam. Namun dengan semangat Marhen mampu direfleksikan untuk mewujudkan kedaulatan politik bangsa ini menuju kemerdekaan yang hakiki, kesejahteraan lahir dan batin.
Warisan yang harus dimiliki bukan abu sejarah namun api sejarah yang mampu membakar semangat rakyat Indonesia. Apabila setiap pengikut ajaran Bung Karno hanyalah demikian adanya, hanya sekedar pewaris-pewaris abu sejarah belaka, alangkah sayangnya ajaran yang brilliant itu kemudian menjadi kenang-kenangan (sekalipun kenang-kenangan yang indah). Marhaenisme kemudian menjadi “out of date”. Adalah menjadi tanggungjawab kita bersama untuk kembali menghidupkan jiwa ajaran tersebut, kembali menemukan arti kebaikan bagi rakyat. Dengan demikian Marhaenisme akan menampakkan jiwanya sebagai ajaran yang dinamis dan selalu up to date.
Dengan demikian pemimpin bangsa kita sebagai orang yang menerima mandat hak politik rakyat yang diserahkan sepenuhnya kepada pemimpin harus mampu digunakan untuk membela kepentingan rakyat yang memberikan mandate tersebut. Maka dalam diri pemimpin harus terdapat titik bersatunya semua perasaan dan keinginan yang memenuhi hati orang-orang Indonesia.

Marhaen, Marhaenis, dan Marhaenisme


Sosio nasionalisme adalah nasionalisme yang berperikemanusiaan, nasionalisme yang lapang dada, nasionalisme yang internasionalisme, nasionalisme yang bergetar hatinya untuk membela apabila melihat masih ada bangsa yang terjajah. Sosio nasionalisme bukanlah nasionalisme yang berpandangan sempit dan menumbuhkan chauvinisme jingoisme, intoleran atau disebutxeno phobia. Sosio nasionalisme juga bukan nasionalisme yang hanya berorientasi pada internasionalisme minded saja, tanpa memperhatikan harga diri atau identitas nasional atau disebut xeno mania.
Bagi marhaenisme, internasionalisme harus dibarengi oleh nasionalisme atau patriotisme dan disebut sosio nasionalisme. Sosio demokrasi meliputi demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Demokrasi politik hanya akan melahirkan political power centris yang menyuburkan aliran yang berpedoman pada adagium ”The survival of the fittest,” dalil sosial Darwinisme.
Demokrasi politik yang seperti ini berwatak liberalisme dan menjurus kepada free fight competition dan bertentangan dengan marhaenisme yang sosialistis. Dengan demikian, demokrasi politik dan demokrasi ekonomi sejajar dengan marhaenisme. Apabila marhaenisme dikembangkan maka akan melahirkan :
1. Sosio nasionalisme menjadi nasionalisme, perikemanusiaan.
2. Sosio demokrasi menjadi demokrasi, kedaulatan politik dan keadilan sosial.
Bung Karno dalam menjelaskan marhaenisme tidak pernah keluar dari benang merah yang telah digariskan sejak tahun 1927 tentang marhaenisme, di antaranya:
1. Marhaen adalah kaum melarat Indonesia, yang terdiri dari buruh, tani, pengusaha kecil, pegawai kecil, tukang, kusir, dan kaum kecil lainnya. Soekarno sering menyebutkan marhaen adalah rakyat Indonesia yang dimiskinkan oleh imperialisme.
2. Marhaen Indonesia ada yang berdomisili di pantai, di gunung, di dataran rendah, di kota, di desa dan di mana saja. Marhaen itu ada yang beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan ada juga yang menganut animisme. Marhaen Indonesia ada yang kiai, pastor, pendeta, biksu, mpu atau dukun di kalangan PSII, Budi Utomo, TNI, KORPRI dan jadi apa saja.
3. Kaum marhaen, sesuai dengan kodratnya, berupaya melepaskan belenggu kemiskinan dan mengharapkan terjadinya perbaikan nasib.
4. Marhaenisme adalah ideologi yang bertujuan menghilangkan penindasan, penghisapan, pemerasan, penganiayaan dan berupaya mencapai serta mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, melalui kemerdekaan nasional, melalui demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.
5. Terhapusnya kemiskinan dan terwujudnya masyarakat adil dan makmur, hanya bisa dicapai dengan kemerdekaan nasional, dimana kemerdekaan itu hanyalah jembatan emas. Di seberang jembatan emas itu terbuka dua jalan. Satu jalan menuju masyarakat yang adil dan makmur, dan jalan satu lagi menuju masyarakat celaka dan binasa (kompasiana)

MARHAENISME

· Marhaen

Orang yang menderita lahir batin akibat kapitalisme , kolonialisme/ imperialism ,feodalisme atau system lainya yang menindas dan mengungkung

· Marhaenis

Orang yang berjuang untuk kaum marhaen dalam membebaskan diri dari semua sistim yang mengungkung dan menindas dan mewujudkan masyarakat marhaenis yang tidak saling menindas

MARHAENISME

Ajaran bung Karno secara keseluruhan

v Bung karno dengan pisau analisa historis materialism menganalisa kondisi masyarakat Indonesia sebagai komunitas social ,hidup disuatu wilayah geo politik hindia belanda dan tidak dapat mengaktualisasikan tuntutan budi nuraninya (Social Consience Of Man )

Karena Apa ……?

Tertindas oleh system yang menindasnya , kolonialisme / imperialism ,anak kapitalisme dan feodalisme bangsa sendiri

BK (Bung karno) mencetuskan ideology disebut marhaenisme dengan asas

- Sosio Nasionalisme

- Sosio Demokrasi

- Sosio KeTuhanan YME