Rabu, 22 Februari 2012

MARHAENISME Kini: Relevansi sebuah Konsep Tradisional di Indonesia Abad ke-21


Oleh: Rainer Adam
Direktur Program
Friedrich Naumann Stiftung

Beberapa waktu belakangan ini beberapa kali saya berdiskusi dengan kawan-kawan saya dari
PDI Perjuangan tentang relevansi dan kepraktisan penerapan konsep “Marhaenisme” untuk
politik Indonesia saat ini. Setelah mempelajari dengan hati-hati beberapa dokumen sejarah
dan materi-materi yang lebih mutakhir dari Partai tersebut, saya hendak menguraikan
beberapa hasil pemikiran saya di dalam esai ini.
Bagi Sukarno, “Marhaen” bukan hanya melambangkan perwakilan terbaik kelas bawah –
layaknya partai buruh di negara manapun misalnya bagi kaum “proletar” (buruh, buruh tani,
pengrajin, dsb). Bagi Sukarno Marhaen mewakili mayoritas rakyat kecil Indonesia pada
umumnya yang – apakah ia pekerja atau wiraswasta – hidup termajinalkan. Bahkan
eksistensi mereka pun sangat rapuh. Mereka berada di ambang batas kelangsungan hidupnya
tapi sebagian terbesar kebutuhan materi, ekonomi, sosial dan politiknya hampir samasekali
tidak terpenuhi. Mayoritas orang Indonesia hidup menderita dan menghadapi resiko
eksistensial dari satu saat ke saat lainnya. Inilah rakyat Indonesia yang tidak mampu bahkan
untuk menjalani standar hidup minimal sekalipun, serta standar keamanan dan keadilan.
Pada masa sekarang, kita menggambarkan mereka sebagai kelas masyarakat bawah hingga
kelas menengah bawah. Ada tiga partai politik yang langsung muncul di ingatan – yang
mewakili paling tidak sebagian kelas pemilih ini. Mereka adalah Partai Uri di Korea
(www.uparty.or.kr), Partai Liberal Kanada (www.liberal.ca), dan Partai Liberal Demokrat
Inggris (www.libdems.org.uk). Filsafat dasar ketiga partai ini dibangun atas keyakinan
terhadap kebebasan, yang bergandengan tangan dengan tanggungjawab, martabat manusia,
keadilan, kesetaraan, kemasyarakatan, kemakmuran materi dan budaya. Mereka berkeinginan
menciptakan dan membangun masyarakat yang peduli tanpa diskriminasi, masyarakat yang
tidak hanya berorientasi pada kesejahteraan material warganya melainkan juga peduli pada
martabat, keragaman (pluralitas) dan kesejahteraan sosial. Ketiga partai politik ini
mengorientasikan platform politiknya pada kebutuhan “rakyat biasa” atau kelas menengah
bawah, yang merupakan mayoritas pemilih mereka masing-masing. Kita dapat pula
menyebut kelompok ini sebagai kaum “Marhaen” abad ke-21. Mereka membentuk segmen
mayoritas pasar pemilih bagi ketiga partai politik tersebut. Saya sangat menyarankan kepada
para ahli strategi partai di Indonesia untuk mempelajari dan menilik dengan seksama
manifesto pemilu ketiga partai tersebut serta materi kampanye mereka.
Di bagian berikut dari esai ini saya membatasi diri hanya pada satu dari ketiga partai politik
di atas, dan menyerahkan kepada para pembaca yang budiman untuk mengeksplorasi materimateri
lain yang sangat banyak di website mereka masing-masing. Saya memilih Partai
Liberal Demokrat Inggris. Argumentasi saya didasarkan atas manifesto pemilu Partai Liberal
Demokrat Inggris yang dikeluarkan pada pemilu 2005. Dari sini, untuk keperluan analisa
2
saya memilih tiga bidang kebijakan – kesehatan, pendidikan dan ekonomi – untuk
mendukung argumen utama saya bahwa bentuk pengambilan posisi politik seperti ini dapat
dijadikan model bagi PDI Perjuangan dalam menyusun konsep Marhaenisme mereka untuk
abad ke-21.
Saat ini terdapat 109 wakil rakyat dari PDI Perjuangan di DPR-RI. Sebagian besar di
antaranya, persisnya 63 orang atau 58% adalah pengusaha dari berbagai profesi dan sektor
(pemilik perusahaan, wiraswastawan, manajer dan profesional yang memiliki usaha sendiri).
Bersama dengan yang lainnya (46 orang anggota DPR), mereka mewakili 21 juta pemilih
PDI Perjuangan di tingkat nasional (hasil pemilu 2004). Sebagian besar dari 21 juta orang
pemilih ini adalah mereka yang disebut “wong cilik”, kelompok masyarakat bawah/miskin,
dan sebagian lainnya berasal dari berbagai latar belakang etnis, agama, dan kelompok
minoritas lainnya. Menarik untuk memperhatikan bagaimana orang-orang yang sebagian
besar pengusaha dan wirasawasta secara politik mewakili segmen masyarakat yang lebih
miskin. Kesamaan apa yang dimiliki kedua kelompok masyarakat ini? Satu dasar kehidupan
bersama yang kuat tentu saja adalah kenyataan bahwa kedua kelompok masyarakat ini
menggantungkan kelangsungan hidupnya kepada pasar. Mayoritas wiraswastawan dari PDI
Perjuangan bukanlah kroni dari rezim lama dan kebanyakan “wong cilik” tidak dapat
bertahan hidup tanpa pasar bebas sebab tidak ada pemerintah yang memiliki kemampuan
sumberdaya finansial yang cukup untuk mensubsidi para pencari nafkah berpenghasilan
rendah yang jumlahnya sangat banyak itu.
Manifesto pemilu 2005 Partai Liberal Demokrat (LDP) berjudul: “ALTERNATIF yang
sesungguhnya.” Saya memilih ketiga bidang kebijakan seperti disebutkan di atas karena
relevansinya dengan rakyat Indonesia saat ini. Tentu saja masing-masing solusi kebijakan
yang ditawarkan belum tentu bisa diterapkan, sebab situasi sosial dan ekonomi Indonesia
berbeda dengan situasi di Inggris. Meski demikian, saya memilihnya karena saya yakin
bahwa kaum Marhaen Indonesia abad ke-21 akan sangat menyukai bidang-bidang tersebut
untuk dijadikan dasar keputusan mereka dalam memilih wakil rakyat. Saya akan memulai
setiap bidang dengan slogan utamanya dan kemudian menjelaskan masing-masing langkah
yang diusulkan oleh partai LDP sebagai solusi bagi masalah yang dihadapi.
1. Kesehatan – Mendahulukan Pasien
Slogan di atas mengimplikasikan bahwa sistem pelayanan kesehatan yang ada saat ini tidak
memberikan perhatian dan arti penting yang memadai terhadap kebutuhan setiap pasien. Di
bagian pendahuluan, partai LDP mengakui bahwa beberapa langkah perbaikan sudah
dimulai, namun hal itu masih jauh dari cukup. Selanjutnya diuraikan tujuan dari pelayanan
kesehatan partai LDP: bahwa sistem pelayanan kesehatan membantu setiap warganegara
untuk tetap sehat dan memastikan bahwa kalaupun jatuh sakit, setiap orang dilayani dengan
cepat tanpa memandang kekayaan dan status. Kalimat terakhir tersebut mengimplikasikan
bahwa orang-orang dengan status sosial lebih tinggi dan lebih kaya mendapat perlakuan lebih
baik dan lebih cepat di dalam sistem yang berlaku sekarang, yang dianggap tidak adil.
Penilaian umum ini lalu diikuti dengan tuntutan konkrit yang masing-masing diakhiri dengan
penjelasan sebagai berikut:
3
- Pelayanan kesehatan pribadi secara gratis terutama untuk para manula, dan orangorang
cacat selama diperlukan. Pembiayaan untuk pelayanan ini harus dialokasikan
dari suatu tingkat pajak 50% (yang baru) dari pendapatan pribadi di atas $ 100.000.
- Diagnosa yang lebih cepat (baik di RS swasta maupun RS pemerintah) untuk
penyakit-penyakit serius agar pengobatan tidak tertunda hanya karena birokrasi yang
berbelit-belit untuk izin penggunaan alat-alat tehnis dan dokter yang kompeten atau
staf RS yang handal.
- Pemotongan terhadap pungutan yang tidak perlu atas pemeriksaan mata dan
pemeriksaan serta pengobatan gigi, dan penghapusan biaya resep untuk penyakitpenyakit
jangka panjang agar pasien yang menjalani pengobatan jangka panjang
dapat menikmati pengobatan gratis, bukan hanya sebagian seperti dalam sistem yang
ada sekarang, sehingga keadilan bisa lebih ditegakkan.
- Peningkatan jumlah dokter dan perawat. Targetnya adalah mengangkat tambahan
8.000 dokter, 12.000 perawat dan 18.000 staf terapi pada tahun 2008. Hal ini akan
mengurangi waktu tunggu dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Lebih
jauh lagi, para pekerja kesehatan akan dibebaskan dari tugas-tugas birokratis dan
administratif yang dibebankan oleh birokrasi pemerintah. Keputusan-keputusan klinis
dan investasi akan didesentralisasikan dan dialihkan kepada para spesialis daerah dan
wakil rakyat di daerah. Hal ini akan mencipatakan fleksibilitas sehingga yang menjadi
titik perhatian utama adalah pasien, bukan sistem.
- Berikan kepada masyarakat kontrol yang lebih besar atas kesehatan mereka dengan
cara memperluas pilihan dan akses terhadap pelayanan spesialis. Partai LDP akan
memusatkan diri untuk membantu masyarakat untuk tetap sehat, sebab pencegahan
sama pentingnya dengan pengobatan. Hal ini akan dicapai antara lain dengan
pendidikan dan pemberian informasi yang tepat agar masyarakat dapat membuat
pilihan yang lebih baik dan lebih sehat terhadap konsumsi makanan, minuman dan
gaya hidup mereka.
2. Pendidikan – Ambisius untuk setiap Anak
LDP memulai seksi ini dengan menekankan bahwa investasi paling berharga yang dapat
dibuat oleh generasi pemimpin saat ini adalah dengan memberikan pendidikan berkualitas
tinggi kepada generasi berikutnya. Tidak ada hal lain yang dapat meningkatkan kebebasan
seseorang selain pendidikan. Partai LDP menginginkan agar setiap anak diberi kesempatan
membuka potensi mereka. Reformasi yang dilakukan akan bersifat komprehensif:
- Penelitian telah membuktikan bahwa anak-anak yang mendapat pendidikan baik di
awal kehidupan mereka memiliki kesempatan lebih baik untuk menjalani hidup yang
berhasil dan menghasilkan. Jumlah anak di dalam setiap kelas akan dikurangi dari 30
menjadi 20 murid, dan 21.000 guru baru akan direkrut. Partai LDP akan memastikan
4
bahwa semua anak diajar oleh guru-guru dan spesialis yang terlatih baik dan
berkualitas tinggi. Persyaratan sebelum dan setelah jam sekolah akan diperluas dan
3.500 tempat penitipan anak akan didirikan. Tunjangan kelahiran untuk enam bulan
pertama akan ditambah menjadi $170 per minggu. Kebijakan ini akan memberi setiap
anak awal kehidupan yang terbaik yang mungkin ia peroleh.
- Anak-anak perlu belajar dalam suasana yang aman dan tertib dimana berlaku standar
perilaku yang tinggi, tekanan dari sesama teman ditangani secara efektif dan guru
dapat mengajar tanpa gangguan. Guru-guru harus dibebaskan dari tugas-tugas
birokratis dan beban administratif agar mereka memiliki waktu lebih untuk mengajar.
Para guru akan memberikan penilaian secara berkala terhadap prestasi murid dan
memberikan informasi yang akurat kepada orangtua atas kemajuan anak-anak
mereka.
- Tak seorang pun akan ditolak dari kesempatan memperoleh pendidikan universitas
hanya karena takut akan hutang. Semua uang sekolah dan biaya pendidikan lainnya
akan dikurangi dan bantuan akan diberikan kepada murid-murid dari keluarga miskin
untuk membiayai kehidupannya.
- Anak-anak putus sekolah dan lulusan sekolah harus dibekali dengan keterampilan
yang mereka butuhkan agar dapat berhasil di tempat kerja. Semua murid di atas usia
14 tahun akan diberi kesempatan menggabungkan pembelajaran akademis dengan
keterampilan, yang akan memberi kesempatan kepada anak-anak berbakat serta anakanak
yang sebelumnya merasa kecil hati karena kurang dapat mengikuti pelajaran
untuk dapat berkembang maksimal.
- Suatu perekonomian kelas dunia mensyaratkan adanya pendidikan berkelas dunia dan
keterampilan berkelas dunia pula. Partai LDP memiliki komitmen untuk menutup
kesenjangan pendanaan antara sekolah dan college yang kesemuanya perlu dilengkapi
dengan fasilitas dan peralatan berkelas dunia. Transportasi sekolah akan tetap gratis
untuk keluarga yang tinggal dengan jarak 2 mil dari SD dan 3 mil dari SMP.
3. Kebijakan Ekonomi – Membangun Kemakmuran bagi Inggris
Manifesto partai ini memandang kebijakan ekonomi sebagai bidang yang terpenting dan
bahwa suatu pemerintahan yang dipimpin partai LDP akan memastikan perekonomian yang
stabil dan dikelola dengan baik. Lebih jauh lagi, manifesto ini mengklaim bahwa semua
langkah kebijakan yang disarankan telah dirancang dan dinilai dengan seksama terutama
dalam hal kesiapan pendanaannya, yakni biaya tambahan yang diperlukannya. Komitmen
partai yang tegas dijamin karena manifesto ini bersifat realistis dan mudah untuk dijalankan.
Biaya untuk setiap kebijakan telah dikalkulasi dengan cermat dan cara pendanaannya pun
diuraikan. LDP memiliki prioritas yang jelas untuk masalah pendanaan publik yang berbeda
dari partai lainnya. Partai LDP ingin mengkonsentrasikan sumberdaya-sumberdaya yang
memang sedikit pada wilayah-wilayah yang sebenarnya penting, tapi saat ini kurang
mendapatkan pendanaan – seperti pensiun, kepolisian dan pendidikan dasar. Untuk bidang5
bidang tersebut, pendanaan akan diambil dari wilayah-wilayah berprioritas rendah seperti
subsidi untuk industri. Selain itu, disiplin fiskal pun ditekankan di sini. Kemandirian
lembaga-lembaga negara yang penting dari campur tangan pemerintah untuk memanipulasi
fakta-fakta perlu dijamin. Untuk itu partai LDP hendak memberdayakan Kantor Audit
Nasional dan membuat Kantor Statistik Nasional lebih mandiri.
Berikut ini adalah reformasi kebijakan yang diumumkan:
- Perpajakan yang lebih adil dan lebih sederhana. Dalam sistem yang ada saat ini, 20%
penduduk membayar 38% pendapatannya untuk pajak, sementara 20% orang-orang
terkaya hanya membayar 35%. Pajak yang dibayar oleh mereka yang berpendapatan
rendah akan dikurangi dan ditentukan berdasarkan kemampuan mereka membayar.
Hal ini – dan juga penyederhanaan sistem pajak akan mengurangi beban pajak
terhadap keluarga-keluarga berpendapatan rendah sebesar $450 per tahun. 1%
penduduk terkaya negeri ini akan membayar pajak sebesar 50% (naik dari
sebelumnya 41%) untuk semua orang dengan pendapatan lebih dari $100.000 per
tahun. Pendapatan pajak yang dihasilkan dari langkah reformasi ini akan digunakan
untuk membiayai langkah perbaikan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang
diusulkan.
- Potong biaya materai. Orang semakin hari semakin harus berjuang keras untuk dapat
membeli rumah sendiri. Pengurangan biaya materai akan membebaskan sekitar
150.000 keluarga dari keharusan membayar biaya ini dan secara umum memotong
biaya kepemilikan rumah.
- Suatu perekonomian yang berorientasi ke luar. Partai LDP ingin menyiapkan Inggris
Raya untuk bergabung dengan EURO, melakukan liberalisasi perdagangan dan
industri serta mengurangi hambatan perdagangan bagi negara-negara miskin agar
perdagangan internasional dengan negara-negara kaya dapat dicapai dengan cara-cara
yang adil. Kaum migran ekonomi telah memberikan kontribusi untuk menjadikan
Inggris salah satu negara terkaya di dunia baik secara ekonomi maupun budaya. LDP
ingin mempertahankan keadaaan ini dan dengan demikian memastikan agar negeri ini
tetap dalam kemakmuran.
- Memotong birokrasi dan aturan berlebihan yang cenderung menghentikan
berkembangnya usaha, terutama usaha kecil. Tidak akan ada peraturan pemerintah
yang baru yang akan dikeluarkan sampai ada pengumuman tentang penilaian
menyeluruh atas biaya dan keperluannya. Suatu “pasal matahari terbenam” (masa
kedaluarsa) akan diselipkan ke dalam setiap aturan usaha kecuali apabila tidak secara
eksplisit diperbaharui oleh parlemen. Inspeksi pemerintah akan disederhanakan dan
dikurangi menjadi satu saja inspeksi mencakup-semua.
- Hapuskan departemen (kementerian) perdagangan dan industri. Sungguh tak ada
gunanya suatu departemen yang begitu besar yang kerjanya mencampuri urusan
ekonomi dan memberikan subsisi kepada perusahaan yang gagal, sehingga hanya
merugikan para pembayar pajak. Partai LDP akan memotong birokrasi dan fungsi6
fungsi yang boros. Fungsi-fungsi yang bermanfaat seperti riset ilmiah akan dialihkan
ke departemen lain. Langkah ini akan menghemat $ 8 miliar uang pembayar pajak.
Hasil penghematan ini akan diinvestasikan untuk bidang prioritas (kesehatan dan
pendidikan).
- Lindungi konsumen dari pemerasan harga dengan memotong birokrasi, sehingga akan
menghidupkan rezim dan perilaku perdagangan yang adil oleh kalangan usaha dan
mempromosikan persaingan bebas.
Hal-hal yang diuraikan di atas hanyalah sebagian contoh dari makna penyusunan posisi dan
kebijakan politik bagi masyarakat bawah, dalam hal ini kaum “Marhaen” Inggris. Posisi
seperti ini –atau yang menyerupainya– sudah pasti akan pula menarik perhatian kebanyakan
pemilih di Indonesia. Dengan manifesto tersebut, Partai LDP memenangkan 22% suara
langsung (popular vote) dan 9,6% kursi di parlemen dalam pemilu Inggris 2005.
Pemilih potensial PDI Perjuangan sesungguhnya lebih dari 21 juta suara yang diterima partai
pada pemilu legislatif 2004 lalu. Juga lebih dari 45 juta pemilih yang mampu dimobilisir oleh
Megawati Sukarnoputri pada putaran kedua pilpres untuk mempertahankan kedudukannya
sebagai presiden. Dan seperti yang diperlihatkan oleh hasil PILKADA belakangan ini, PDI
Perjuangan mampu meraih keberhasilan manakala kebutuhan kaum Marhaen, kebutuhan
rakyat kecil, disoroti secara tepat – baik melalui pilihan personal politiknya maupun
program-program yang diusulkannya. Kelas masyarakat bawah dan menengah bawah di
Indonesia mungkin saja sangat responsif ketika posisi politik yang sesuai dengan kondisi
Indonesia seperti itu dapat diajukan oleh sebuah partai politik. Mengingat basis pemilihnya
saat ini, PDI Perjuangan merupakan kendaraan yang ideal untuk aspirasi serupa.
Sukarno berupaya se-inklusif mungkin ketika berbicara dengan kaum Marhaen-nya. Kaum
Marhaen bukanlah orang-orang termiskin negeri ini. Ia memiliki alat-alat pertanian, tapi
tidak memiliki tanah garapan. Sukarno bahkan memperluas arti Marhaen kepada orang-orang
yang memiliki visi yang berbeda tentang masa depan Indonesia, baik yang mengarah ke
spektrum kiri (kaum sosialis) atau kanan (penganut Islam taat) agar gagasannya dirasakan
relevan oleh mayoritas rakyat Indonesia. Ia tidak mengecualikan siapa pun. Mungkin ada
baiknya dilakukan riset opini politik modern lebih lanjut untuk mengidentifikasi isu-isu
utama serta menguji relevansi dan tingkat penerimaan opsi kebijakan yang ditawarkan
melalui diskusi kelompok terfokus. Hal ini akan menghasilkan suatu platform yang sangat
menarik bagi kaum Marhaen abad ke-21, yang tak mungkin dilampaui oleh aktor politik lain.
Bangka Belitung, 22 Maret 2006.
Dr. Rainer Adam
Kepala Perwakilan dan Direktur Program
Friedrich-Naumann-Stiftung Indonesia

Rabu, 15 Februari 2012

CALON KOMISIONER KOMNAS HAM Priode 2012-2017


MERDEKA !!!
Sehubungan dengan berakhirnya masa jabatan Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Juli 2012, maka Komnas HAM telah membentuk Panitia Seleksi Calon Anggota Komnas HAM periode 2012-2017 berdasarkan Keputusan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia nomor : 18/KOMNAS HAM/XI/2011 tertanggal 03 Oktober 2011. Panitia Seleksi (Pansel) ini berjumlah 7 (tujuh) orang yang diketuai oleh Jimly Asshiddiqie merangkap anggota dan anggota lainnya Makarim Wibisono, Ati Nurbaiti, Khofifah Indar Parawansa, Ikrar Nusa Bhakti, Anugerah Pekerti dan Abdul Mu’ti.
Pansel Calon Anggota Komnas HAM Periode 2012 -2017 menjamin, bahwa proses seleksi berlangsung independen, imparsial, transparan, akuntabel dan objektif. Seperti proses seleksi yang telah dilakukan sebelumnya Pansel membuka partisipasi publik seluas-luasnya untuk memonitor pelaksanaan seleksi dari awal hingga akhir terutama terhadap bakal Calon Anggota Komnas HAM periode 2012-2017 terkait rekam jejak dan integritas yang bersangkutan.

Bersama ini Kami beritahukan kepada Rekan-rekan  bahwa dlm pengumuman di Komnas HAM  Selasa 14/02/2012 salah satu dari saudara/sahabat/rekan kita Bung Adjat Sudrajat,SH dinyatakan lolos administrasi dgn No urut 11. Calon Komisioner Komnas HAM Priode 2012-2017 Untuk mengikuti proses selanjutnya Kami Mengharapkan Partisipasi/Dukungannya yg dikirim ke Komnas HAM, Mohon Doa dari Teman-teman ALUMNI GMNI dan GMNI khususnya beserata aktivis dan masyarakat di mana saja berada, untuk mendukung Mantan Ketua DPC GMNI JAKARTA RAYA : Bung Adjat sudrajat, SH,  yang sampai saat ini  masih Terus eksis berjuang sebagai Ketua Bidang Organisasi dan Hukum DPP Pandu Tani Dan Nelayan Indonesia,  dan Ketua Harian Dewan Pimpinan Nasional Aliansi Ambalat NKRI (DPN-ALIANSI Ambalat NKRI), juga  sebagai Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum, yang betempat dijakarta.

" Pemimpin yang mampu melakukan trasformasi, baik struktural maupun kultural, dimulai dengan membangun paradigma baru kehidupan berbangsa dan bernegara yang mengedepankan moralitas dan penegakan hukum, kesantunan politik beretika, kematangan dan kearifan dalam berdemokrasi, serta kemandirian berekonomi, disamping upaya yang sungguh-sungguh untuk membangun titik temu, kebersamaan, persatuan dan sinergi di antara berbagai komponen bangsa. Pemimpin selalu berusaha untuk membangun kembali rasa kecintaan kepada bangsa dan negara, berusaha untuk menjaga kehormatan dan keutuhan bangsa demi terbentuknya negara yang kuat dan dinamis. Dengan kata lain, kualitas suatu bangsa adalah fungsi dari kualitas transformasinya, dan kualitas proses transformasi tersebut merupakan cerminan dari kualitas kepemimpinan para pemimpinnya."
( Adjat Sudrajat,SH)


CURRICULUM VITAE

Nama lengkap          :       ADJAT SUDRAJAT, SH
Profesi                     :       ADVOKAT
Tempat/tgl Lahir        :       Bandung, 4 Agustus 1965
Jenis Kelamin            :       Laki-Laki
Agama                      :       Islam
Alamat Sekarang       :       Jln Raya, Bandung-Ciwidey No 11, 004/002
                                         Bandung 40972
 No tlp,Hp                 :       081310530243

                                                  
PENDIDIKAN FORMAL

        1.     Lulus Sekolah Dasar Negeri di Bandung
        2.     Lulus Sekolah Menengah Pertama di Bandung
        3.     Lulus Sekolah Menengah Atas di Bandung
        4.     Lulus Sekolah Tinggi Hukum (STHI) di Jakarta


KEMAMPUAN DIRI

        1.     Penulis di beberapa Media Di Jakarta yang menyangkut, Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM Sosial                                               Masyarakat dan Perburuhan.
        2.     Aktif di Team Advokasi Buruh,Hukum dan HAM di TABUR INSTITUT
        3.     Pernah menjadi Juara Pidato antar Mahasiswa Tingkat Nasional Yang diselengarakan oleh Departement           Pendidikan dan Kebudayaan Pada tahun 1994
        4.     Pengasuh Rubrik Hukum di Harian Swara Nasional dan Surya Pena


PENGALAMAN KERJA

        1.     1988-1998 Workshop Supervaiser, PT Carline Indonesia Mobilindo
        2.     1998-2000 Wartawan Harian  Swara Nasional di Jakarta
        3.      2000-2003 Wartawan Liputan 7
        4.     2003-2006 Magang di Kantor Pengacara dan Konsultan Hukum Mihar’t dan Rekan
        5.     2006-Sekarang ARBITER Hubungan Idustrial SK Mentri Tenaga kerja dan Transmigrasi  Nomor: Kep-       333/Men/IX/2006
        6.      Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum


PENGALAMAN ORGANISASI

       1.     1987-1988 : Anggota FKPPI di Bandung
       2.     1988-1990 : Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat STHI-Jakarta
       3.     1990-1992 : Sekretaris Mahasiswa Pecinta Alam ( WANAPALA) Jakarta
       4.     1992-1995 : Ketua GMNI Cabang Jakarta-Raya
       5.     1996-1997 : Presidium KIPP Jakarta- Raya
       6.     2001-2005 : Ketua Harian Persatuan Sepak Bola Montir Se Jakarta (PERSEVAS)
       7.     2006-Sekarang, Ketua Bidang Advokasi Hukum Dan HAM DPP Generasi Penyambung Lidah Rakyat
       8.     2007-Sekarang, Ketua Bidang Organisasi dan Hukum DPP Pandu Tani Dan Nelayan Indonesia
       9.     2008-Sekarang, Ketua Harian Dewan Pimpinan Nasional Aliansi Ambalat NKRI (DPN-ALIANSI Ambalat NKRI)
      
        Bagi rekan-rekan Sekalian, berikan Masukan/Dukungan langsung ditujukan kpd  Nama: Adjat sudrajat, SH, No urut 11,  profesi Advokat, Calon Komisioner Komnas HAM Priode 2012-2017. Melalui Email atau Pos,mulai Tgl 14/2/12-10/3/2012 dg Wajib melampirkan copy identitas diri (dukungan yg tdk melampirkan copy identitas tdk akan di proses).Masukan/Dukungan bisa via e-mail :


atau via pos d/a Sekestariat Pansel Komnas HAM
Jl.Latuharhary No 4 B,
Menteng Jakarta Pusat 10310.

Menuju bangkitnya nasionalisme bangsa, berbagai upaya harus dilakukan demi lahirnya generasi-generasi harapan yang mampu menjaga keutuhan dan kehormatan bangsa, memajukan bangsa ini dalam segala hal dan peduli terhadap nasib rakyat. Oleh karena itu, dibutuhkan sosok pemimpin yang mampu melakukan suatu perubahan yang berarti namun tetap mengutamakan kepentingan rakyat.



Kamis, 09 Februari 2012

BUNG KARNO, DEMOKRASI & MILITOKRASI


  Oleh  HD. Haryo Sasongko
Pada saat situasi politik di negeri kita masih genting berkaitan
dengan tragedi yang terjadi pada 1 Oktober 1965 yang dikenal dengan 
sebutan G-30-S atau Gestapu (Bung Karno menyebutnya Gestok, Gerakan 
Satu Oktober), maka setelah keluarnya Supersemar (Surat Perintah 
Sebelas Maret 1966) sehari kemudian tidak hanya PKI dibubarkan, 
tetapi disusul dengan ditangkap dan ditahannya 15 orang menteri. 
Salah seorang di antaranya adalah Dr Soebandrio yang ketika itu 
menjabat sebagai Waperdam (Wakil Perdana Menteri) I yang kemudian 
dihadapkan pada sidang Mahmillub (Mahkamah Militer Luar Biasa) dan 
dijatuhi hukuman mati, kemudian diubah menjadi hukuman seumur hidup 
dan akhirnya dibebaskan.

Dalam sidang Mahmillub tersebut, bertindak sebagai oditurnya adalah 
Durmawel Achmad. Lebih dari 30 tahunan kemudian setelah keluarnya TAP 
MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12 Maret yang berisi pencabutan 
kekuasaan Bung Karno sebagai presiden, tersebarlah informasi yang 
dimuat sebuah suratkabar mingguan yang menyajikan transkrip 
pemeriksaan oleh Durmawel Achmad atas diri Bung Karno sebagai saksi 
ahli dalam perkara Soebandrio, yang kemudian dikenal dengan 
sebutan "Dokumen Slipi" tahun 1968. Disebut demikian mungkin karena 
proses pemeriksaannya tidak dilakukan di depan sidang Mahmillub 
melainkan di Wisma Yasso Slipi, di mana Bung Karno menjalani tahanan 
rumah sampai meninggalnya.

Durmawel Achmad  sendiri menyatakan bahwa dokumen yang disebut-sebut 
merupakan kesaksian terakhir Bung Karno yang sudah tidak menjabat 
lagi sebagai presiden itu tidak pernah ada. Namun menurut A. Dahlan 
Ranuwihardjo, mantan anggota DPRGR dan MPRS, juga mantan Ketua Umum 
Pusat  HMI, "Dokumen Slipi" itu sahih dan benar adanya. Artinya, 
menurut keyakinan Dahlan Ranuwihardjo, Bung Karno memang benar-benar 
pernah menjalani pemeriksaan, hanya mungkin tidak diumumkan dan baru 
diketahui belakangan setelah berakhirnya kekuasaan Orde Baru yang 
kemudian dipublikasikan oleh sebuah surat kabar mingguan yang terbit 
pada tahun 2000 di mana era reformasi mulai bergulir dan berbagai 
fakta sejarah yang semula tersembunyi (disembunyikan) mulai terungkap.

                                                                   * 
* *
Meskipun belum ada kejelasan apakah dokumen yang berupa transkrip 
tersebut sahih atau tidak sahih dan hanya hasil rekayasa pihak 
tertentu untuk melukiskan bahwa seolah-olah memang ada pemeriksaan 
atas diri Bung Karno (yang oleh Durmawel dipanggil Tuan Sukarno), 
namun dengan mengikuti susunan kalimatnya, juga alur pemikirannya, 
tampaknya dokumen tersebut memang asli merupakan ucapan Bung Karno. 
Lebih-lebih isi kesaksian dan pengakuan Bung Karno yang merasa 
bersalah karena kebijakan politiknya dengan Dekrit Presiden, 
Demokrasi Terpimpin dan sebelumnya telah membuka kran bagi 
keterlibatan kalangan militer dalam pengambilalihan perusahaan-
perusahaan Belanda menjadi perusahaan negara, di mana kalangan 
militer banyak yang duduk sebagai pengelolanya. Semua ini telah 
membuka jalan bagi munculnya militokrasi (kekuasaan militer).  

Ada beberapa hal pokok yang ditanyakan oleh Durmawel. Yang utama 
adalah apakah Tuan Soekarno itu pengikut paham komunisme atau tidak. 
Dan mantan presiden, murid HOS Tjokroaminoto, penggagas konsep 
Marhaenisme yang kemudian menjadi dasar ideologi PNI yang 
didirikannya itu dengan tegas menjawab dirinya bukan orang komunis 
tetapi memang mempelajari Marxisme dan sosialisme sejak masih kuliah 
di HBS (sekarang ITB). Orang yang berpaham Marxisme, tidak selalu 
berarti berpaham komunisme sebagaimana dikembangkan di masa Lenin 
sehingga menjadi Marxisme-Leninisme yang isi ajarannya disesuaikan 
dengan keadaan di Rusia, namun menurut Bung Karno tidak sesuai dengan 
kondisi sosial budaya Indonesia. 

Tetapi sebagai seorang nasionalis ia menampilkan gagasan nasakom 
(nasionalis, agama, komunis) karena secara konkrit ketiga golongan 
itu ada  dan perlu diajak bersama-sama secara gotong royong untuk 
membangun Indonesia sesuai dengan kondisi sosial budaya yang ada. 
Namun Bung Karno mengakui, golongan kom yang banyak memanfaatkan 
konsep nasakom ini untuk tampil lebih dominan. Bahkan Bung Karno 
sangat tidak senang dengan sikap para tokoh PKI, terutama Aidit yang 
dinilainya sombong dan ingin mendiktenya mentang-mentang merasa 
mempunyai massa. Sejumlah jenderal AD juga tidak menyukai 
perkembangan yang condong ke kiri ini. Namun baik para jenderal 
maupun mereka yang menentangnya, yang berpuncak pada tragedi 
penculikan dan pembunuhanterhadap para jenderal pada  1 Oktober 1965 
yang terutama pelakunya dari Tjakrabirawa (Untung) dan  Brigif Jaya 
Sakti (A. Latief), kesemuanya dianggap telah mengkhianati Bung Karno 
karena tidak pernah melapor.  Dengan uraian ini Bung Karno ingin 
menegaskan bahwa dirinya tidak tahu-menahu tentang G-30-S. 
Dan Bung Karno juga merasa dikhianati karena Supersemar yang 
dimaksudkan untuk memberi perintah kepada Jenderal Soeharto guna 
melakukan tugas administrasi di bidang keamanan malah disalahgunakan 
untuk mengambil tindakan politik sebagaimana sudah disebutkan. 
Padahal, itu bukan surat penyerahan kekuasaan (transfer of authority) 
sebagaimana diungkap dalam pidato terakhirnya 17 Agustus 1966 yang 
kita kenal disebut "Jasmerah" (Jangan sekali-sekali meninggalkan 
sejarah).

Namun di balik itu semua, Bung Karno mengakui bahwa kalangan militer 
mendapat peluang untuk mendominasi negeri ini sejak Dekrit Presiden 5 
Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan kembali ke UUD 1945, 
pembentukan MPRS dan DPRGR, di mana sejumlah perwira militer, 
termasuk AH Nasution, duduk sebagai anggotanya. Dan dengan telah 
dilakukannya pengambilalihan perusahaan Belanda dijadikan perusahaan 
negara di mana banyak anggota militer juga menjadi pengelolanya, maka 
mulailah era militer berpolitik dan berbisnis.

Pihak-pihak yang tidak setuju dengan kecenderungan ini 
mengkhawatirkan bahwa Demokrasi Terpimpin justru akan menjurus 
tersingkirnya demokrasi dan melahirkan militokrasi. Dan Bung Karno 
dalam pemeriksaan itu akhirnya mengakui bahwa "kekhawatiran itu 
ternyata menjadi kenyataan. Supersemar telah dijadikan titik awal 
militokrasi dan ABRI menguasai segala bidang kehidupan dalam 
kenegaraan dan masyarakat. Saya keliru, saya salah. Kedaulatan harus 
dikembalikan pada rakyat".

                                                                  

Bung Karno tentu saja tidak tahu bahwa militokrasi kemudian berkuasa 
di negeri ini selama Orde Baru berkuasa tak kurang dari 32 tahun 
lamanya, bahkan di era reformasi yang mencoba mengakhiri militokrasi 
namun justru telah membuka peluang kembalinya militokrasi. Bung Karno 
dulu jatuh lewat kudeta merangkak, dan kini reformasi juga layu 
sebelum berkembang karena sedang menghadapi hal yang sama, 
menghadapi "kudeta merangkak" lewat partai-partai yang secara 
terselubung ingin mengembalikan kejayaan militokrasi.

Tetapi kembali pada pertanyaan awal, apakah "Dokumen Slipi" yang 
sudah berusia lebih dari 30 tahun yang sebagian uraiannya dipetik 
dalam tulisan ini benar-benar ada? Meskipun isinya memang   benar 
adanya? Tentu tugas para peneliti sejarah yang kompeten untuk 
menjawabnya, dalam rangka ikut mencerahkan sejarah bangsa, terutama 
sejarah proklamator kemerdekaan sekaligus  founding father kita yang 
satu ini.

                                                                  
(Penulis, pemerhati masalah sosial politik, terutama berkait dengan 
pelanggaran HAM)
REV:



Sumber: acak-corak.blogspot.com

Minggu, 05 Februari 2012

TIAP-TIAP RAKYAT JAJAHAN INGIN MERDEKA


Ir.Soekarno

Tiap-tiap rakyat jajahan ingin merdeka

Oleh karena itulah, Tuan-tuan Hakim, maka tidka ada satu rakyat negeri jajahan yang tindak ingin merdeka, tidak ada satu rakyat jajahan yang tak mengharap-harapkan datangnya hari kebebasan. Jikalau Partai Nasional Indonesia mendengung-dengungkan semboyan “mencapai kekuasaan politik” itu, jikalau Partai Nasional Indonesia mengobar-ngobarkan semangat ingin merdeka itu, maka ia hanyalah mengemukakan cita-cita umum belaka. Kemerdekaan adalah syarat yang amat penting baginya untuk bisa melawan dan memberhentikan imperialisme itu dengan seluas-luasnya. Kemerdekaan adalah pula syarat yang amat penting bagi pembaikan kembali segala susunan pergaulan hidup suatu negeri bekas jajahan, suatu syarat yang amat penting bagi rekonstruksi nasionalnya.
Ya, kemerdekaan adalah syarat yang amat penting bagi kesempurnaan rumah tangga tiap-tiap negeri, tiap-tiap bangsa, baik bangsa timur maupun bangsa Barat, baik bangsa kulit berwarna maupun bangsa kulit putih. Tiada satu bangsa bisa mencapai kebesaran zonder kemerdekaan nasional, tidak ada satu negeri bisa menjadi teguh dan kuasa, umpama ia tidak merdeka. Sebaliknya, tiada satu negeri jajahan yang bisa mencapai keluhuran, tiada satu negeri jajahan yang bisa mencapai kebesaran itu. Oleh karena itu, maka tiap-tiap bangsa jajahan ingin akan kemerdekaan itu, ingin supaya bisa mencapai kebesaran itu.
Tiap-tiap rakyat yang tak merdeka, tiap-tiap rakyat yang karena itu, tak bisa dan tak boleh mengatur rumah tangga sendiri secara kepentingan dan kebahagiaan sendiri, adalah hidup di dalam suasana yang rusuh, yakni hidup di dalam suasana yang kami sebutkan tadi, hidup di dalam suatu “permanente onrust”, kerusuhan yang terus-menerus, yang tersebabkan oleh tabrakan daya-daya yang saling bertentangan itu, — suatu keadaan yang tidak boleh tidak menimbulkan pula keinginan keras akan hilangnya pertentangan-pertentangan itu, yakni keinginan keras akan berhentinya ketidak-merdekaan itu tadi. Dari Maroko sampai Filipina, dari Korea sampai Indonesia melancar-lancar kemana-mana melalui gunung dan samudra, terdengarlah suara yang memanggil-manggil kemerdekaan itu,– bukan saja dari mulut rakyat-rakyat yang baru saja merasakan pengaruh imperialisme, tetapi juga, ya, malahan terutama, dari mulut bangsa-bangsa yang sudah berabad-abad tak menerima cahaya matahari kebesaaran.
“Sekalipun sudah berabad-abad mereka menjajah……begitulah Jules Harmand menulis lagi:
    “Sekalipun sudah berabad-abad mereka menjajah….., adalah suatu kebodohan apabila si penjajah itu sudah menyangka bahwa ia dicintai, — butalah ia apabila menyangka bahwa masyarakat yang dijajah itu merasa senang mengalami penjajahannya”…..”Bagaimanapun juga lemahnya atau merosotnya, bagaimanapun juga biadabnya disangka orang bangsa yang terjajah itu, — bagaimanapun juga jahatnya kaum ningratnya, atau sebaliknya, bagaimanapun juga beradabnya mereka itu dalam tingkah lakunya dan bagaimanapun juga tajam otaknya dianggap orang……mereka itu akan memandang kepergian atau hilangnya penjajahan asing selalu sebagai suatu pembebasan”. [1]
Mengertikah orang sekarang, apa sebabnya Prabu Jayabaya yang menujumkan kemerdekaan itu, terus hidup saja berabad-abad dalam hati rakyat? Mengertikah orang sekarang, apa sebabnya di dalam tiap-tiap surat kabar Indonesia, di dalam tiap-tiap rapat bangsa Indonesia,– juga kalau kami yang disebut “penghasut” tidak menghadirinya! –, sebentar-sebentar terbaca atau terdengar perkataan “merdeka”? mengertikah orang sekarang, apa sebabnya sampai partai-partai politik yang paling sabar atau sedangpun, misalnya Budi Utomo dan Pasundan, yang toh terang sekali bukan perkumpulan kaum “penghasut”, juga sama mengambil cita-cita Indonesia Merdeka, sebagaimana disyaratkan bagi penerimaan menjadi anggota PPPKI?
Partai Nasional Indonesia hanyalah lebih terang mengemukakan cita-cita itu; Partai Nasional Indonesia hanyalah lebih tentu mengutamakan kemerdekaan nasional itu, menjunjung kemerdekaan nasional itu sebagai syarat yang amat penting bagi pembaikan kembali semua susunan pergaulan hidup Indonesia yang sekarang kocar-kacir ini, dan bagi bisa berhasilnya perjuangan menghentikan imperialisme itu! Sebab, sebagai yang kami terangkan tadi, Partai Nasional Indonesia mengambil soal jajahan itu di dalam hakikat yang sedalam-dalamnya, mengambil soal jajahan itu terus ke dalam pokok-pokoknya, — mengambil soal jajahan itu di dalam filsafatnya yang sebenar-benarnya, yakni filsafat,– kami ulangi lagi–, bahwa di dalam tiap-tiap sistem jajahan adalah pertentangan kepentingan antara kaum imperialisme dan kaum Bumiputra; bahwa di dalam tiap-tiap sistem jajahan umumnya, keadaan-keadaan adalah dipengaruhi, di-“cap”-kan, diperuntukkan bagi kepentingan-kepentingan imperialistis; — bahwa karena itu, di dalam sistem jajahan mana pun juga, kepentingan Bumiputra tak bisa terpelihara sesempurna-sempurnanya.
Dalil –dalil pemimpin-pemimpin negeri lain
Dan juga dalam keyakinan ini, Partai nasional Indonesia tidak berdiri sendiri. Juga di dalam keyakinan ini, Partai Nasional Indonesia mendapat pembenaran di dalam ujaran-ujaran pemimpin besar di negeri-negeri lain. Jikalau Mustafa kamil[2] dari Mesir menulis, bahwa “suatu bangsa yang tak merdeka sebenarnya adalah suatu bangsa yang tak hidup”, jikalau Manuel Quezon[3] dari Filipina berkata bahwa “lebih baik zonder Amerika ke neraka daripada dengan Amerika ke surga”, jikalau Patrick Hendry dari Amerika duluu berteriak: “Berikanlah padaku kemerdekaan, atau berikanlah padaku maut saja” – maka itu bukanlah jerit budi pekerti yang “panas” belaka, tetapi di dalam hakikatnya mereka tidak lain daripada mengutamakan kemerdekaan nasional itu. Jikalau kita membaca pemimpin Irlandia, Michael Davitt, menulis:
“Baik keselamatan, baik bujukan maupun undang-undang yang menguntungkan, tidak akan memuaskan bangsa Ir, jika kami tidak mendapat hak untuk memerintah negeri kami sendiri”,[4].
Ya, jikalau kita membaca bahwa seoarang pemimpin Irlandia lain Erskine Childers, menolak tingkat free-statedan menuntut kemerdekaan sepenuh-penuhnya dengan perkataan:
    “Kemerdekaan bukanlah soal tawar-menawar, kemerdekaan adalah sebagai maut: dia ada atau dia tidak ada. Kalau orang menguranginya, maka itu bukan kemerdekaan lagi”,[5]
–tidakkah itu dalam hakikatnya suatu pembenaran pula dari kami punya pendirian itu? Tetapi, perhatikanlah perkataan-perkataan Jozef Mazzini, Bapak Rakyat Italia, yang lebih terang lagi:
    “Membangunkan tanah air ini, malahan adalah suatu kemustian. Penguatan hati dan jalan-jalan yang saya bicarakan tadi itu, hanya bisa datang dari suatu tanah air yang bersatu padu dan merdeka. Keadaan masyarakat kamu hanya bisa menjadi baik, apabila kamu ikut serta dalam kehidupan politik bangsa-bangsa.” Janganlah tertipu oleh pikiran, bahwa keadaan kebendaanmu akan menjadi baik, dengan tidak menyelesaikan lebih dulu soal nasional; kamu tidak akan berhasil dalam hal itu.”[6]
dan perhatikanlah pula perkataan-perkataan Sister Nivedita, yang mengutamakan kemerdekaan nasional itu buat suburnya hidup kebatinan dan hidup kesenian, di dalam buku Okakura: “Die Ideale des Ostens”:
    “Seni hanyalah bisa berkembang pada bangsa-bangsa yang hidup merdeka. Dia, sebenarnya adalah alat yang hebat dan buah Rasa-Suci dari kemerdekaan, yang kita sebut keinsafan kebangsaan”.[7]
Ini adalah ucapan-ucapan belaka. Prakteknya?
Marilah kita misalnya mendengarkan pidato Dr. Sun Yat Sen tentang San Min Chu I, di mana Bapak Rakyat Tiongkok ini, sudah menunjukkan bahwa Tiongkok sebenarnya tidak mempunyai kemerdekaan nasional yang sejati, melainkan malahan adalah suatu “hypo-colony[8] menggambarkan terganggunya rumah tangga Tiongkok itu dengan kata-kata:
    “Tatkala Tiongkok berdiri atas dasar politik yang sama dengan lain-lain bangsa, ia bisa bersaingan dengan merdeka di lapangan ekonomi dan sanggup dengan tidak membuat kesalahan mempertahankan dirinya sendiri. Tetapi baru saja bangsa-bangsa asing mempergunakan kekuasaan politik  sebagai tameng bagi maksud-maksud ekonomi, maka tiongkok pun kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan diri atau bersaingan dengan mereka dengan berhasil.”[9]
Dan sekarang, sesudah kemerdekaan nasional negeri Tiongkok itu makin lama makin teguh, maka ahli pikir Inggris H.C. Wells, menulis:
    “Pada zaman sekarang ini bisa jadi, bahwa lebih banyak tenaga otak yang baik dan lebih banyak orang yang sungguh hati bekerja untuk membikin modern dan menyusun kembali peradaban Tiongkok, daripada yang demikian itu kita jumpai di bawah pimpinan bangsa Eropa mana pun juga”.[10]
    Ref..






========================================================================
[1] Ibid hal 154
[2] Mustafa Kamil (1857-1908) seorang pemimpin nasionalis Mesir yang besar jasanya bagi perjuangan kemerdekaan.
[3] Manuel Quezon (1878-1944), salah seorang pejuang kemerdekaan Filipina, dan penulis buku “The Good Fight”.
[4] Michael daviit, seorang pemimpin Irlandia, dikutip dari buku Yann Morvran Goblet “L’Irlande dans la Crise Universalle” hal. 45 (terbitan F.Alcan, Paris 1918), hal.45.
[5] Erskine Childers, seorang pemimpin Irlandia lainnya, dikutip dari buku Simon Tery “En Irlande de la guerre” hal.101
[6] Guiseppe Mazani (1805-1872) pemimpin pemersatu Italia bersama Cavour dan Garibaldi. Buku yang dikutip “De Plichten Van den Mensch” hal. 171-179.
[7] Sister Nivedita, seorang penyair wanita Jepang. Ia menulis buku “Kaka-su Okakura” “Die Ideale des Osten” hal.8
[8] hypo-colony= negeri yang lebih jajahan dari jajahan.
[9] Sun Yat Sen (1866-1925) Bapak Kemerdekaan Tiongkok, pendiri Partai Kuo Min Tang dan pencetus “Trisila” (San Min Chu I) yang dibukukan dengan judul “San Min Chu I”. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
[10] H.G. Wells dalam bukunya “The Outline of History” hal. 464.

ASAS KEMERDEKAAN INDONESIA


Ir.SOEKARNO
Kami punya asas tentang “Kemerdekaan Indonesia”
Tempat yang harus dilalui? Manakah tempat-tempat yang harus dilalui? Partai Nasional Indonesia dengan sepenuh-penuhnya keyakinan menjawab: tempat-tempat yang berjajar-berjajar menuju ke arah Indonesia Merdeka! Sebab dibelakang Indonesia Merdeka itulah tampak kepada mata PNI keindahan Samudra Keselamatan dan samudra kebesaran itu, di belakang Indonesia Merdeka itulah tampak kepada mata PNI sinar hari kemudian yang melambai-lambai!
Inilah pokok keyakinan PNI, sebagai yang tertulis di dalam buku keterangan asasnya: “Partai Nasional Indonesia berkeyakinan, bahwa syarat yang amat penting untuk pembaikan kembali semua susunan pergaulan hidup Indonesia itu, ialah kemerdekaan nasional. Oleh karena itu, maka semua bangsa Indonesia terutama haruslah ditujukan ke arah kemerdekaan nasional itu.”
Dengan bahasa Belanda: de nationale vrijhed als zeer belangrijke voorwaarde tot de nationale reconstructie!
Berlainan dengan banyak partai-partai politik lain, yang mengatakan “perbaikilah dulu rumah tangga, nanti kemerdekaan datang sendiri”;– berlainan dengan partai-partai lain, yang menganggap kemerdekaan itu sebagai buahnya pembaikan rumah tangga, — maka PNI berkata: “Kemerdekaan nasional usahakanlah, sebab dengan kemerdekaan nasional itulah rakyat akan bisa memperbaiki rumah tangganya dengan tidak terganggu,yakni dengan sesempurna-sempurnanya”, –PNI berkata, “De-volkomen nationale reconstructie allen mogelijk na wederkomst der nationale onafhankelijkkheid”.
Tuan-tuan Hakim, sepanjang keyakinan kami, asas PNI yang demikian ini dalam hakikatnya tidak beda dengan asas perjuangan kaum buruh di Eropa dan Amerika, tidak beda dengan asas yang mengatakan bahwa untuk melaksanakan sosialisme, kaum buruh itu harus lebih dulu mencapai kekuasaan pem erintahan.
    “Kaum proletar hanya bisa mematahkan perlawanan kaum modal terhadap usaha membikin alat-alat perusahaan partikelir menjadi milik umum, dengan mengambil kekuasaan politik. Untuk maksud ini, kaum buruh seluruh dunia, yang telah menjadi insaf akan kewajibannya dalam perjuangan kelas, menyusun diri,”
begitulah bunyi paragraf 11 dari keterangan asas Sociaal Democratische Arbeiders Partij.
Nah, buat suatu rakyat jajahan, buat suatu rakyat yang di bawah imperialisme bangsa lain, hakikat perkara sepanjang keyakinan kami, tidaklah lain. Baut suatu rakyat yang dibencanai oleh imperialisme, buat usaha rakyat itu melawan bencana imperialisme itu, perlu sekali pula “kekuasaan politik” dicapainya. Buat rakyat yang demikian itu, kalimat tadi mendapat variasi:
    “Rakyat yang dijajah hanya bisa mematahkan perlawanan kaum imperialisme terhadap pekerjaan memperbaiki kembali semua susunan pergaulan hidup nasionalnya, dengan mengambil kekuasaan pemerintahan, yakni dengan mengambil kekuasaan politik.”
Dan apakah artinya “kekuasaan politik” bagi suatu rakyat jajahan? Apakah artinya “kekuasaan pemerintahan”, apakah artinya “mengambil kekuasaan pemerintahan” bagi suatu rakyat jajahan? Mencapai  Kekuasaan politik bagi suatu rakyat jajahan adalah berarti mencapai pemerintahan nasional, mencapai kemerdekaan nasional, — mencapai hak untuk mengadakan undang-undang sendiri, mengadakan aturan-aturan sendiri, mengadakan pemerintahan sendiri!
Nah, Partai Nasional Indonesia ingin melihat rakyat Indonesia bisa mencapai kekuasaan politik itu, Partai Nasional Indonesia tidak tedeng aling-aling mengambil kemerdekaan nasional itu sebagai maksudnya yang tertentu. Partai Nasional Indonesia mengerti, — atau lebih benar: kami mengerti, –bahwa mengejar kekuasaan politik, jadi, mengejar kemerdekaan nasional itu, adalah konsekuensi dan voorwaarde, buntut dan syarat, bagi suatu perjuangan kontra imperialisme itu adanya.
Sebagai di negeri barat kaum kapitalis mengusahakan kekuasaan politiknya mempengaruhi rumah tangga negara menurut mereka punya kepentingan, sebagaimana kaum kapitalis itu mengusahakan kekuasaan politiknya untuk mengadakan aturan-aturan rumah tangga negara yang menguntungkan mereka punya kepentingan dan meniadakan aturan-aturan yang merugikan mereka punya kepentingan,–sebagaimana kaum kapitalis itu mengusahakan mereka punya kekuasaan politik untuk menjaga dan memelihara kapitalisme–, maka di suatu negeri jajahan, kaum imperialisme mengusahakan kekuasaan politiknya pula untuk mempengaruhi rumah tangga negara menurut mereka punya kepentingan, yakni menurut kepentingan sistem imperialisme! Olah karena pengaruh itu, maka hampir tiap aturan yang penting di dalam suatu negeri jajahan bersifat menguntungkan kepentingan kaum imperialisme itu, sesuai dengan kepentingan kaum imperialisme itu. Hampir tiap-tiap aturan yang penting di dalam suatu negeri jajahan adalah bersifat untuk penjajahan itu, untuk imperialisme itu.
Oleh sebab itu, maka, selama suatu negeri masih bersifat jajahan, ya, lebih jauh lagi: selama suatu negeri masih bersifat “protektorat” ataupun “daerah mandat”, — pendek kata selama suatu negeri masih belum sama sekali leluasa mengadakan aturan-aturan rumah tangga sendiri, — maka sebagian atau semua aturan-aturan rumah tangganya, mempunyai “cap” yang imperialistis adanya. Artinya: selama rakyat belum mencapai kekuasaan politik atas negeri sendiri, maka sebagian atau semua syarat-syarat hidupnya, baik ekonomi maupun sosial maupun politik, diperuntukkan bagi kepentingan-kepentingan yang bukan kepentingannya, bahkan bertentangan dengan kepentingannya. Ia adalah seolah-olah terikat kaki dan tangannya, tak bisa leluasa berjuang melawan daya-daya imperialisme yang membencanainya, tak bisa leluasa berjuang mengalang-alangi syarat-syarat hidupnya diperuntukkan bagi kepentingan pihak lain, tak bisa leluasa berusaha memperuntukkan syarat-syarat hidupnya itu bagi perikehidupan ekonominya sendiri, perikehidupan kebudayaannya. Ia pendek kata, tak bisa leluasa berusaha melawan dan memberhentikan imperialisme, tak bisa pula leluasa menyubur-nyuburkan badan sendiri
Rakyat jajahan adalah rakyat yang tak bisa “menemukan diri sendiri”, suatu rakyat yang tak bisa “zichzelf” (berpribadi sendiri), suatu rakyat yang hampir semua apa-apanya kena “cap” yang imperialistis itu, — “cap” yang terjadinya ialah oleh pengaruh besar dari kaum imperialisme adanya. Tidak ada persamaan kepentingan antara kaum imperialisme dan kaum yang di bawah imperialisme; tidak ada belangengetneenschap  antara kedua pihak itu. Antara kedua pihak itu ada pertentangan kepentingan, ada pertentangan kebutuhan, — adategenstelling van belangen ada conflict van behoeften, Semua kepentingan kaum imperialisme, baik ekonomi, maupun sosial, baik politik maupun yang berhubungan dengan kebudayaan umumnya, semua kepentingan kaum imperialisme itu, adalah bertentangan, tegengesteld dengan kepentingan Bumiputra. Kaum imperialisme sebisa-bisanya mau meneruskan adanya penjajahan, — orang Bumiputra sebisa-bisanya mau memberhentikan penjajahan itu. Aturan-aturan yang diadakan di bawah pengaruh kaum imperialisme, adalah karena itu bertentangan dengan kepentingan Bumiputra itu adanya.
Meskipun demikian, Bumiputra menerima saja aturan-aturan itu? Meskipun demikian Bumiputra menghormati aturan-aturan itu? O, memang, Bumiputra menerima saja aturan-aturan itu, Bumiputra menghormati aturan-aturan itu. Tetapi mereka menerimanya dan menghormatinya itu, ialah hanya oleh karena Bumiputra kalah, hanya oleh karena Bumiputra terpaksa menerimanya dan terpaksa menghormatinya!
Bukankah justru kekalahan ini sebabnya maka mereka dijajah?
Bukankah justru kekalahan yang memaksa mereka menjadi rakyat, jajahan? Jules Harmand, Ambassadeur Honoraire dan ahli jajahan bangsa Prancis, dalam bukunya yag termashur “Domination et Colonisation”, menulis dengan terang-terangan:
    “Tentu saja bisa kejadian, bahwa kepentingan orang Bumiputra kebetulan sama dengan kepentingan si penjajah; tapi ini jarang sekali kejadian. Biasanya….kepentingan-kepentingan itu bertentangan satu sama lain.” “Kedua pikiran “penjajahan” dan “kekerasan” atau sekurang-kurangnya “paksaan”, adalah  bergandengan satu sama lain, atau isi-mengisi. Tergantung kepada tempat, keadaan dan tingkah laku, kekerasan itu boleh nyata atau kurang nyata, atau sedang saja, terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, —tapi penggunaannya tidak pernah bisa dihilangkan. Pada hari paksaan hilang, berakhirlah pula penjajahan.
Adakah pengakuan yang lebih terang-terangan, adakah ketulusan hati yang lebih tulus? Sesungguhnya kita tidaklah berdiri sendiri, kalau kita mengatakan bahwa oleh adanya pertentangan kepentingan itu, tiap-tiap sistem atau aturan jajahan, adanya diterima dan dihormati rakyat jajahan itu, hanya karena mereka terpaksa menerima dan terpaksa menghormatinya belaka,–terpaksa, yakni tidak dengan senang hati, tidak dengan rela hati, tidak dengan kemufakatan yang sebenar-benanrnya, tidak dengan persetujuan yang sepenuh-penuhnya!

Ref.


MARHAENISME

· Marhaen

Orang yang menderita lahir batin akibat kapitalisme , kolonialisme/ imperialism ,feodalisme atau system lainya yang menindas dan mengungkung

· Marhaenis

Orang yang berjuang untuk kaum marhaen dalam membebaskan diri dari semua sistim yang mengungkung dan menindas dan mewujudkan masyarakat marhaenis yang tidak saling menindas

MARHAENISME

Ajaran bung Karno secara keseluruhan

v Bung karno dengan pisau analisa historis materialism menganalisa kondisi masyarakat Indonesia sebagai komunitas social ,hidup disuatu wilayah geo politik hindia belanda dan tidak dapat mengaktualisasikan tuntutan budi nuraninya (Social Consience Of Man )

Karena Apa ……?

Tertindas oleh system yang menindasnya , kolonialisme / imperialism ,anak kapitalisme dan feodalisme bangsa sendiri

BK (Bung karno) mencetuskan ideology disebut marhaenisme dengan asas

- Sosio Nasionalisme

- Sosio Demokrasi

- Sosio KeTuhanan YME