In Memoriam Umar Said Kenangan Seorang Sahabat Senin, 10 Oktober 2011 - 15:48:41 WIB Seorang karib yang tak pernah patah semangat berjuang. Wartawan dalam nama dan perbuatan. | |
SABTU, 8 Oktober 2011 pukul 01.30 waktu Amsterdam, Belanda, di tengah keheningan malam, kami mendengar telepon berdering. Ternyata
dari Ninon, istri Umar Said, bicara dari seberang telpon. Kabar duka
menerpa di malam hari. Seperti tersambar halilintar di tengah malam
sunyi, saya terkejut. “Pak Isa,” terdengar suara Ninon bergetar, “Pak
Umar sudah tak ada lagi.”
Ayik, demikian saya memanggilnya, wafat
pada pukul 22.50 waktu Paris, Prancis setelah sebelumnya sempat dirawat
di rumah sakit kota Paris sejak Rabu (5/10) yang lalu. Saya sangat
berduka kehilangan seorang sahabat akrab. Perasaan yang sama persis
muncul ketika kehilangan Joesoef Isak pemimpin penerbit Hasta Mitra,
beberapa tahun yang lalu.
Pada saat Joesoef Isak datang pertama
kali ke Eropa secara klandestin, sekira tahun 1978, saya dan S. Tahsin
(wartawan, mantan Pemred Bintang Timur-Red) pendiri dan
pengelola penerbit dan toko buku "Manus Amici" di Amsterdam, selalu
berkumpul di suatu tempat untuk saling cerita, tukar pengalaman dan
berkonsultasi. Biasanya pertemuan itu berlangsung di rumah Ayik di
Paris. Saat itu Ninon, istri Ayik dan dua orang putranya, Iwan dan Budi,
masih belum diketahui keberadaannya di Indonesia.
Adalah Joesoef Isak yang dimintai Ayik
untuk mencarikan di mana Ninon dan dua orang anaknya itu berada. Umar
Said terpisah dengan keluarganya sejak 1965, ketika Umar Said bersama
Francisca Fnggidaej (anggota DPR dan pemimpin kantor berita INPS),
bertugas mewakili Indonesia dalam suatu pertemuan wartawan internasional
di Chili. Karena Peristiwa 1965 dan berdirinya Orba, Ayik tak bisa
pulang. Berkat usaha tak kenal lelah dari Joesoef Isak, alamat Ninon dan
dua orang putra-putranya bisa ditemukan. Selanjutanya Joesoef Isaklah
yang menghubungkan kembali keluarga Umar Said yang hampir selama 13
tahun terceraiberai. Suatu manifestasi cemerlang dari semangat
solidaritas wartawan pejuang Joesoef Isak bagi Umar Said.
Kepergian Ayik cukup mengagetkan.
Padahal baru saja beberapa hari yang lalu Ayik menelpon saya. “Ada
cerita apa, Yik?” tanya saya. Ayik bercerita bahwa tulisan saya dimuat
di dalam blognya. Kami memang biasa saling menyiarkan tulisan
masing-masing. Ayik melakukannya melalui 'Website Umar Said', sementara
saya melalui jaringan mailing list, Facebook dan Blogsite milik
saya. Dengan cara demikian tulisan kami bisa disebarkan seluas mungkin,
barangkali ada gunanya bagi generasi muda kita. Dalam beberapa tahun
belakangan ini kami memfokuskan pada penyebaran tulisan sekitar
ajaran-ajaran Bung Karno.
Ayik telah berjuang maksimal demi
bangsa, tanah air, hak-hak demokrasi dan hak-hak azasi manusia. Kegiatan
dan perjuangan Ayik mendapat penghargaan tinggi dari semua yang
mengenal Ayik, dari dekat maupun dari jauh. Juga yang mengenal dari
tulisan-tulisannya yang disiarkannya selama bertahun-tahun sejak
berdomisili di Paris. Siapa saja yang kenal Ayik dan mengikuti
tulisan-tulisannya pasti terinspirasi dan terdorong untuk bersama-sama
melakukan kegiatan dan berjuang menegakkan keadilan.
Sebagai tanda penghargaan dan
penghormatan kota Paris, Umar Said tahun ini dianugerahi "Medali Warga
Terhormat Kota Paris". Suatu tanda penghargaan dan penghormatan luar
biasa yang dilakukan kota Paris kepada seorang Indonesia yang dianggap
telah banyak melakukan kegiatan demi persahabatan dan saling mengerti
antara dua bangsa, Prancis dan Indonesia. Sekaligus penghargaan atas
jerih payah dan perjuangan untuk hak-hak demokrasi dan hak-hak azasi
manusia di Indonesia.
Umar Said adalah salah seorang yang
sering disebut “orang yang terhalang pulang”. Awal mula Ayik menjadi
manusia "stateless" menjadi “eksil” penyebabnya adalah perlawanan
kongkrit dan “face to face” terhadap 'kudeta merangkak' Soeharto
yang menjatuhkan Presiden Sukarno. Pada akhir 1965, saya dan Ayik
menyusun Delegasi Indonesia agar terwakili dengan baik dalam konferensi
Asia-Afrika-Amerika Latin, yang populer dikenal sebagai konferensi
Trikontinental di Havana, Kuba, awal 1966. Di forum internasionl itulah
Umar Said ambil bagian dalam perjuangan untuk menjelaskan kepada seluruh
dunia tentang pelanggaran HAM terbesar di Indonesia.
Delegasi Indonesia, di mana Umar Said
ambil bagian aktif itu, menggalang solidaritas internasional bagi rakyat
Indonesia yang sedang tertindas. Kegiatan inilah yang menyebabkan Umar
Said bersama kawan-kawan lainnya dalam delegasi Indonesia ke Konferensi
Trikontinental di Havana itu mendapatkan label sebagai penggerak
kegiatan subversif anti-Indonesia. Setelah kejadian itu paspor-paspor
mereka dinyatakan tidak berlaku lagi, dicabut!
Tetapi situasi tanpa kewarganegaraan di
Prancis tidak mematahkan semangat juang Umar Said. Bersama kawan-kawan
Indonesia lainnya yang bernasib sama, Umar Said, atas
bantuan kawan-kawan progresif Prancis dan pihak gereja, berhasil
mendirikan koperasi Restoran Indonesia, Paris. Restoran itu bukan saja
memberikan kesempatan kerja pada teman-teman eksil lainnya, sehingga tak
perlu minta bantuan sosial pemerintah Perancis, tetapi juga
menjadikannya salah satu pusat kegiatan budaya Indonesia. Arief Budiman
yang ketika itu dilarang mengunjunginya nekat pergi kesana dan kemudian
menulis di koran Kompas bahwa kegiatan promosi budaya Indonesia di restoran Indonesia jauh lebih efektif ketimbang yang dilakukan oleh KBRI di Paris.
Umar Said adalah seorang jurnalis
Indonesia dalam nama dan perbuatan. Kegiatan jurnalistik Umar Said bukan
semata-mata untuk menunjang hidup diri dan keluarganya. Umar Said
adalah seorang patriot sejati, yang kecintaan dan kesetiaannya pada
Indonesia sedikit pun tak diragukan. Selain berjuang untuk kemerdekaan
Indonesia secara fisik sejak awal revolusi sebagai anggota tentara
pelajar, setelah berdiri tegaknya Republik Indonesia, Umar Said juga
aktif langsung di lapangan melawan pemberontakan separatis
PRRI-Permesta.
Umar Said adalah benar-benar apa yang
disebut: wartawan yang berjuang secara intensif dan efektif melalui
tulisannya. Sejak awal tahun 1950-an ia aktif sebagai wartawan Indonesia Raya, kemudian menjadi pemimpin redaksi koran Ekonomi Nasional,
satu-satunya surat kabar ekonomi Indonesia yang berskala nasional
ketika itu. Bersamaan dengan itu, dia dan kawan-kawan lainnya aktif
menyelenggarakan Konferensi Wartawan Asia-Afrika di Jakarta pada1963.
Konferensi itu merupakan pelaksanaan Semangat Konferensi Asia-Afrika di
Bandung, 1955.
Umar Said telah tiada akan tetapi ia
meninggalkan suri teladan sebagai wartawan pejuang yang tak patah
semangat memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Selamat jalan, sobat. [IBRAHIM ISA, Sahabat karib Umar Said. Mantan Sekjen Organisasi Setiakawan Rakyat Asia-Afrika (OISRAA). Menetap di Bijlmer, Belanda]
|
Ideologi perjuangan bagi golongan masyarakat yang dimiskinkan oleh sistem kolonoalisme, imperialisme, feodalisme dan kapitalisme. Nyalakan terus obor kesetiaan terhadap kaum Marhaen! Agar semangat Marhaenisme bernyala-nyala murni! Dan agar yang tidak murni terbakar mati!
Sabtu, 28 Januari 2012
In Memoriam Umar Said
MARHAENISME
· Marhaen
Orang yang menderita lahir batin akibat kapitalisme , kolonialisme/ imperialism ,feodalisme atau system lainya yang menindas dan mengungkung
· Marhaenis
Orang yang berjuang untuk kaum marhaen dalam membebaskan diri dari semua sistim yang mengungkung dan menindas dan mewujudkan masyarakat marhaenis yang tidak saling menindas
MARHAENISME
Ajaran bung Karno secara keseluruhan
v Bung karno dengan pisau analisa historis materialism menganalisa kondisi masyarakat Indonesia sebagai komunitas social ,hidup disuatu wilayah geo politik hindia belanda dan tidak dapat mengaktualisasikan tuntutan budi nuraninya (Social Consience Of Man )
Karena Apa ……?
Tertindas oleh system yang menindasnya , kolonialisme / imperialism ,anak kapitalisme dan feodalisme bangsa sendiri
BK (Bung karno) mencetuskan ideology disebut marhaenisme dengan asas
- Sosio Nasionalisme
- Sosio Demokrasi
- Sosio KeTuhanan YME
Tidak ada komentar:
Posting Komentar